Love is Journey

Selasa, 14 Juni 2016

Transportasi menuju Gunung Papandayan


Halo, para pecandu ketinggian, kali ini saya akan mengulas perjalanan menuju Gunung Papandayan. Gunung Papandayan merupakan gunung api bertipe strato yang terletak di Kabupaten Garut, Jawa Barat tepatnya di Kecamatan Cisurupan. Gunung ini mempunyai ketinggian 2665 meter mdpl dan mempunyai aneka keragaman hayati yang sangat mempesona bagi para pendaki, diantaranya aneka flora mulai dari pohon sampai bunga lengkap adanya. Ditambah dengan pemandangan beberapa tempat khas yang hanya ada di Papandayan seperti kawah-kawah yang menganga di sepanjang jalan menuju pondok saladah yang merupakan tempat camp terakhir sebelum menikmati keindahan yang lebih tinggi, ada juga hutan mati yang merupakan ikon khas dari gunung api unik ini.


Selain itu tersuguhkan juga hamparan padang bunga edelweis di kawasan tegal alun. Perjalanan yang di butuhkan menuju ke tempat camp terakhir (pondok saladah) sebelum menikmati keindahan yang lain adalah sekitar dua jam perjalanan dari basecamp registrasi. Sobat jangan khawatir akan tersesat di gunung ini, karena di sepanjang perjalanan terdapat cukup banyak petunjuk dan jalur yang sudah tersedia. Tinggal kita taati peraturan, rapih daftar administrasi dan persiapkan diri.









Jika berangkat dari arah jakarta atau bandung kita bisa menaiki bis arah ke terminal Guntur Garut. Kalau dari jakarta bisa menggunakan bis primajasa langsung ke terminal Guntur harganya Rp.52.000. Kalau dari arah bandung banyak sekali transportasi yang menyediakan perjalanan langsung ke Garut sobat tinggal pilih saja mau naik bus atau elf.  waktu yang dibutuhkan untuk sampai di terminal guntur dari Jakarta adalah 5 jam perjalanan. Dari terminal guntur perjalanan kita lanjutkan menuju pertigaan Pasar Cisurupan, kita bisa menggunakan angkutan kota berjenis mini bus atau biasa orang garut menyebutnya elf jurusan cikajang. Perjalanan dari terminal guntur menuju pertigaan cisurupan memerlukan waktu sekitar 1 jam dan biaya transport Rp.15.000.
Sesampainya di pertigaan cisurupan kita masih harus melanjutkan perjalanan menuju basecamp administrasi, moda transportasi yang bisa digunakan adalah ojek dan mobil pikap yang bertarif Rp.20.000-25.000. Perjalanan dari pertigaan cisurupan menuju titik awal pendakian memerlukan waktu sekitar 30 menit perjalanan.


Hal-hal yang harus di perhatikan ketika hendak pulang adalah waktu, karena ketersediaan transportasi bus dari terminal Guntur menuju jakarta tidak full 24 jam. Jadi sobat maksimalkan sore hari sudah turun gunung agar tidak kehabisan bus pada saat pulang.















Senin, 06 Juni 2016

Celoteh Kecil Rinjani

Masa kecil aku habiskan di tengah keterbatasan informasi, bagai membumi dalam palung terdalam keterbatasan pengetahuan.  Wajar bila saat itu aku tak mengerti keadaan luar sana, tak tahu teriknya matahari pantai, tak tahu juga dinginnya udara ketinggian. Sarana yang bisa menghiburku dengan informasi hanyalah Televisi dan Atlas kecilku, mereka berdualah yang menjadi teman setia kala waktu sekolah telah selesai.

Berawal dari sebuah tayangan televisi yang menunjukan keindahan Gunung Rinjani di Lombok sana, aku tertegun dengan keindahannya. Ya, walau hanya sekedar melihat dari balik layar kaca, tapi angan ini melayang serasa dekat dan nyata. Setiap hari aku membuka Atlas, menghafalkan jalan, memprediksi seberapa banyak nafas yang harus aku kumpulkan agar bisa sampai di puncak keindahannya. Memang, ini mimpi seorang anak SMP, yang mungkin hanya akan jadi angan atau asa belaka terlindas oleh konsistensi waktu.

Tapi kawan, percayakah kalian jika selang tujuh tahun kemudian aku bisa berdiri disana! Di tempat paling indah yang pernah aku kunjungi, di bukit yang menari-nari senja di ufuknya, di puncak yang membiru luas atapnya, dengan tanah lembut nun subur membasuhnya.
Berakar dari keberanian bermimpi, sudah seharusnya aku berterimakasih pada masa kecilku. Yang sudah menanam investasi kenyataan masa depan di alam bawah sadarku. Aku rindu masa kecilku, aku rindu keberanianku, aku rindu Imajinasiku, untukmu wahai jiwaku, belajarlah dari jiwa kecilku, agar fluktuasi mimpimu tak tergilas konsistensi waktu.


Informasi Transportasi dan Biaya ke Rinjani
Bandung – Lempuyangan (Kereta Kahuripan) Rp. 86.000
Lempuyangan – Banyuwangi (Kereta Sri Tanjung) Rp. 96.000
Banyuwangi (pelabuhan Ketapang) – Bali (Gilimanuk) Rp. 7.000
Gilimanuk – padangbai (Bus) Rp. 40.000
Padangbai – Lembar (Kapal Ferry) Rp. 40.000
Lembar – Aikmel (mobil elf) Rp. 35.000

Pasar Aikmel – Sembalun (Pickup) Rp. 25.000

Selasa, 04 Agustus 2015

Tebing keraton Bandung

Kali ini saya ingin mengupas tuntas seputar tempat wisata di bandung yang baru-baru ini menjadi topik hits di media-media sosial karena terkenal dengan keindahannya. Ya, Tebing Keraton. Lokasinya masih berada di sekitaran Taman Hutan Raya Ir. H Juanda yaitu berada di kampung Ciharegem Puncak, Desa Ciburial Bandung Jawa Barat.
Untuk sampai disana kita memerlukan perjalanan sekitar 45 menit dari Jl.Ir H Juanda kota Bandung, rute jalan pun tidak terlalu sulit. Perjalanan kita mulai dengan melewati gerbang kawasan Taman Hutan Raya Ir. H Juanda setelah itu kita akan menemukan pertigaan di depannya lalu belok kanan disana ada tulisan Bukit Pakar Utara, dari situ lurus saja mengikuti jalan, di depan akan ada pertigaan lagi, ambil arah kiri disana ada papan bertuliskan Tebing Keraton. Dari situ perjalanan masih berlanjut kita akan menemukan pemukiman warga di lereng-lereng bukit, setelah melewati pemukiman tersebut nantinya akan ada belokan ke kiri, dari sana lurus saja. didepan kita akan menemukan Gerbang masuk ke tempat wisata Tebing keraton. Jangan malu untuk bertanya ya, didaerah sana warganya ramah-ramah kok.









Waktu terbaik untuk mengunjungi  tempat ini adalah pagi hari, usahakan sebelum matahari terbit sudah disini ya. “Kenapa harus pagi hari?”. Karena, saat pagi pemandangan disini sangatlah menakjubkan. Dari atas tebing kita bisa melihat hutan Raya Ir. H juanda dengan jelas, dihiasi dengan kabut-kabut yang menyelimuti bukit-bukit di depannya. Dengan kehadiran matahari saat terbit disana, susana pagi pun terasa lengkap hehe emangnya matahari pernah ngga hadir.
Tidak hanya menikmati pemandangan saja, ternyata banyak juga orang yang nekad turun kebawah tebing untuk sekedar menikmati sensasi memanjat tebing, termasuk saya hehe sebenarnya tidak diperbolehkan untuk turun ke bawah tebing tersebut kawan-kawan jangan menirunya ya. Disana cukup berbahaya karena masih belum ada pengamannya, kalau terpeleset diki sudah saja wasalam..


Sebelum berangkat kesana siapkan Uang Rp. 11.000 untuk tiket masuk, Jaket karena disana cukup dingin dan kamera untuk foto-foto.
Berikut hasil Dokumentasi saya di tebing keraton

Jumat, 19 Juni 2015

Karena Diam Sebuah Penghianatan
Oleh : Ahmad Fauzi Ridwan
Bagai disambut air yang tenang, mahasiswa seolah merasa nyaman, senyap dan lupa akan fungsinya sebagai pengontrol dan pengawas kebijakan negara. Terkadang perbedaan zaman di jadikan alasan untuk mahasiswa berleha-leha, terkadang juga fokus pada cita-cita membuatnya lupa bahwa ada kontribusi mulia yang harusnya mereka jaga. Menelaah lebih jauh lagi tentang pergerakannya, mahasiswa kini tetap konsisten dan progresif, tetapi sayangnya hanya sebagian kecil mahasiswa yang sadar pentingnya pergerakan dalam ranah kepentingan publik.
Dengan sejuta persoalan yang menerpa bangsa, apakah kita pernah merasa berdosa? Saya kira tidak, kebanyakan dari kita hanya menunjukan rasa prihatin dan iba nya saja, tak sedikit pun dosa atau beban terasa di pundak kita. Padahal menjadi seorang mahasiswa itu sangatlah berat, harus menanggung beban dimana-mana, selain beban akademik dan beban tanggung jawab kepada keluarga, satu lagi beban yang harusnya bisa kita tetap angkat hingga sampai ke tujuannya, yaitu beban mengurusi bangsa.
Kasarnya, walaupun kita tidak melakukan kontribusi untuk pergerakan, perubahan itu akan tetap terjadi, tetapi masalahnya, apakah kita berada di sana sebagai seorang yang kontributif? Yang di kenang sejarahnya? Atau hanya sekedar hidup lalu dilupakan? Entahlah, yang jelas kita sebagai mahasiswa harus senantiasa berbicara di barisan paling depan, mengungkap kedzaliman-kedzaliman yang terjadi dan menyelesaikannya sebagai sebuah keebermanfaatan untuk umat. Tidak Diam, karena diam itu sebuah penghianatan.



Kamis, 30 Januari 2014

Tak Jadi Bermalam





 


Teringat kisah camp yang sangat menyeramkan satu tahun yang lalu bersama kawan-kawan SMA ku. Ketika itu kami camp ke Talaga Bodas, sebuah telaga yang cukup eksotis di daerah Garut. Hampir mirip dengan kawah putih yang berada di Ciwidey Kab.Bandung cuma bedanya Talaga Bodas agak sedikit lebih kecil di banding kawah putih.

Singkat cerita pada sore harinya kami pun sampai di Talaga Bodas. Dan kami langsung bergegas membagi-bagi tugas untuk mempersiapkan semuanya, ada yang memasang tenda, ada yang memasak dan ada yang mencari kayu bakar. Kebetulan sekali pada saat itu saya dan teman saya kebagian mengambil kayu bakar ke bukit-bukit yang mengelilingi telaga itu, pada saat itu keadaan langit mulai gelap sepertinya akan turun hujan. Saya dan teman saya pun mempercepat pencarian kayu bakar tersebut sebelum nantinya basah terkena hujan. Cukup menyeramkan memang, melihat pohon-pohon yang tinggi dan sangat rindang tersebut. 

Sedang asyik-asyik nya mengambil kayu bakar tiba-tiba saya dan teman saya mendengar suara teriakan laki-laki yang cukup gaduh, diikuti dengan suara anjing yang sepertinya cukup banyak. ‘’Mayat, Mayat’’ teriak suara laki-laki tersebut, kami pun bergegas untuk mendekati sumber suara. ‘’kenapa pak?’’ tanyaku. Si bapak-bapak tersebut menjawab dengan nafas yang terengah-engah ‘’ada mayat de di atas bukit itu (sambil menunjuk ke arah bukit yang di maksud)’’. Ternyata si bapak adalah seorang pemburu musang yang pada saat di perjalanan pernah bertemu dengan kami. Dia membawa sekitar empat ekor anjingnya. Si bapak pun langsung pergi untuk melaporkan kejadian tersebut kepada yang berwajib. Saya dan teman saya pun langsung kembali ke tempat kemah sebari membawa kayu bakar yang belum terlalu banyak kami dapatkan. Saya pun menceritakan hal ini kepada teman-teman saya yang lainnya.

Sempat kami berenam berdebat untuk memutuskan kemah ini akan di lanjutkan atau tidak. Karena ada teman kami yang ternyata memaksa ingin pulang setelah mendengar kejadian ini, mengingat pada saat itu yang mendirikan kemah di Talaga Bodas hanyalah kelompok kami saja, artinya tidak ada lagi yang berkemah selain kami disana. Namun setelah teman-teman yang lain mencoba menenangkan teman saya yang ingin pulang tersebut, mengingat hari sudah mulai gelap dan keadaan pun sedang turun hujan pada saat itu, akhirnya kami pun memutuskan untuk berkemah semalam saja disini dan besok pagi kami langsung berencana untuk pulang.

Sekitar pukul pukul 22.00 ketika kami sedang asyik-asyiknya mengobrol, tiba-tiba datang sekelompok orang yang menghampiri tenda kami. Aaahh begitu kagetnya kami, ternyata itu adalah para warga yang dikerahkan oleh kepolisian daerah sekitar untuk membantu proses evakuasi mayat yang tadi ditemukan di atas bukit. Begitu senangnya kami, seakan ada cahaya yang datang menerangi kami di gelap dan seramnya tampat ini.

Teman kami yang tadi sore mengajak kami untuk pulang, menyarankan kembali kami untuk pulang saja, dengan cara kita menumpang mobil rombongan warga atau polisi yang pada saat itu sedang mengevakuasi mayat.  Kami pun berunding kembali untuk berencana ikut pulang dengan rombongan tersebut. Akhirnya kami pun setuju dengan saran teman kami kali ini. Setelah di kaji bersama memang lebih baik kita pulang saja, karena keadaan di telaga pada saat itu cukup mencekam. Ditambah banyak sekali gangguan dari hewan liar disana, terutama babi hutan yang sesekali mendekati tenda kami karena mencium harumnya makanan yang kami masak. Cukup banyak memang babi hutan pada saat itu yang menunjukan wujudnya secara terang-terangan kepada kami dan hal tersebut semakin membuat kami ketakutan.

Kami pun akhirnya mencoba untuk meminta bantuan kepada polisi dan warga agar kami bisa ikut pulang dengan rombongan mereka ke kota. Tetapi sungguh kecewanya kami pada saat itu ternyata mobil polisi dan mobil yang di tumpangi oleh warga sudah sangat penuh sesak. Kami pun kebingungan, karena pada saat itu perlengkapan kemah sudah kami bereskan termasuk tenda yang kami pakai tadi. Kami pun mencoba melobi pak polisi agar kami bisa di ikutkan pulang dengan rombongan bagaimana pun caranya. Tetapi tetap saja mobil yang dipakai sudah benar-benar penuh sesak. 

Saat kami sedang berbincang dengan para polisi, dari kejauhan rombongan tim evakuasi datang dengan membawa mayat yang sudah terbungkus dengan kantung mayat kepolisian. Mendekat ke arah kami dan memasukan mayat tersebut kedalam mobil jenazah. Pada saat itu polisi menyarankan kami agar ikut bersama mobil jenazah saja untuk pulang. ‘’ade-ade ikut saja dengan mobil jenazah ini, jangan sampai berkemah disini pokoknya’’ kata salah seorang polisi. Wooww luar biasa keadaan ini memacu adrenalin keberanian kami. Apa mau dikata kahirnya kami pun setuju dengan tawaran pak polisi ini. kami bergegas masuk kedalam mobil jenazah itu, yang didalamnya sudah terbaring sesosok mayat yang tadi sore ditemukan di atas bukit. Kami pun memulai perjalanan menuju kota Garut untuk membawa mayat ini kerumah sakit umum di Garut untuk di otopsi. Jalanan cukup curam, dipenuhi dengan turunan dan tikungan yang sangat tajam. Sesekali si mayat bergeser ke arah saya karena begitu terjal dan curamnya jalan.

Haah akhirnya pukul 01.00 dini hari kami tiba di Rumah Sakit umum kota Garut. Dan bergegas pulang ke rumah teman saya yang terdekat disana !